MASALAH HAJI DAN SOLUSINYA (1)

MASALAH HAJI DAN SOLUSINYA

Oleh: Prof. Dr.H. Hamka Haq, MA

Dalam pemantauan haji tahun ini (2016) ada sejumlah masalah yang harus dicari solsinya.  Antara lain adalah kasus paspor dan visa palsu, kasus badal haji, masalah sholat jamaah empat puluh kali (arbain) di Madinah, masala Miqat dan masalah Mina Jadid.  Berikut ini kita coba jelaskan.

Pertama: Kasus Paspor dan Visa palsu.  Perlu diketahui bahwa  perkembangan zaman membawa perubahan makna syarat wajib haji.  Misalnya syarat wajib haji adalah istithoah (kemampuan).   Dahulu, para fuqaha sepakat bahwa istithoah adalah bermakna kemampuan biaya perjalanan, bekal dan biaya hidup keluarga yang ditinggal.   Mengapa? Karena faktor utama yang menentukan perjalanan waktu itu adalah ongkos perjalanan, maka dimaknai bahwa titik utama istithoah (kemampuan) adalah kemampuan membiayai perjalanan.   Di zaman moderen, muncul faktor baru yang paling menentukan perjanalan itu, yakni paspor dan visa.   Sebesar apapun dana itu, tidak punya arti apa-apa jika tidak memperoleh paspor dan visa.  Dengan demikian,paspor dan visa menjadi bahagian terpenting dari istithoah, menggeser posisi dana.  Jika seseorang akan menunaikan haji, wajib menyiapkan dana yang halal, maka otomatis ia pun wajib menyiapkan paspor dan visa yang halal. Dengan kata lain, ber-haji dengan paspor palsu dan visa palsu membuat hajinya terlaksana dengan usaha yang tidak halal, karena mencuri hak-haknya negara.   Dalam hadits dari Abu Hurairah, riwayat Al-Bazzar dan Thabrani dalam kitab Majma` al-Zawaid, disebutkan bahwa, orang yang berhaji dengan usaha yang tidak halal, ketika ia berhaji dan membaca Labbaik Allahumma Labbaik, maka jawaban dari Malaikat dari langit: La Labbaik laka, wa la sa`dayka, kasbuka ha ram, wa zaduka haram, warahilatuka haram, irji` ma`juran wa absyir bima yasu’uka (Malaikat memnyeru dari langit: Tidak ada labbaik bagum dan tiada salam baagia untukmu, usaha mu untuk haji haram, bekalmu haram, perjalananmu haram; kembalilah dengan ongkos kerugianmu, dan gembiralah dengan keburukan yang menimpamu”). Jadi barang siapa yang naik haji degan sengaja membuat paspor dan visa palsu, berdasarkan hadits tersebut, hajinya tidak diterima oleh Allah SWT.  Paspor dan visa adalah dokumen yang dibuat sebagai hak-hak negara, sehingga memalsukan dokumen sama halnya mencuri hak-hak negara.

Kedua, Kasus Badal Haji. Akhir-ahir ini Kementerian Agama menerapkan kebijakan badal haji untuk jemaah haji yang wafat di Saudi sebelum sempat menunaikan haji, yaitu dengan membiayai seseorang untuk melakanakan hajinya, dengan maksud jamaah haji yang wafat itu akan mendapatkan pahala haji.  Seingat saya kebijakan pernah ada kebijakan sebelumnya (era 1990an ke bawah), yang asngat bagus, pro rakyat, yakni mengembalikan ongkos haji (BPIH) yang bersangkutan dan dapat digantikan oleh ahli warisnya pada tahun berikutnya.  Kebijakan itu sangat pro rakyat, karena pengmbalian biaya haji itu dipandang sebagai “santunan” yang dapat digunakan oleh ahli waris untuk nik haji tahun berikutnya..  Sementara itu, badal haji bagi yang wafat, sama sekali tidak punya dalil syariat, bahkan bertentangan dengan syariat Islam.  Dalam Al-Qur’an Surah Al-Nisa, ayat 100 jelas-jelas menyebut bahwa orang yang wafat dalam perjalanan (hijrah) untuk menunaikan ajaran Allah dan Rasulnya nisaya telah disiapkan pahala oleh Allah SWT, dngn kata lain, tidak perlu badal lagi.  Badal seperti itu hanya buang-buang ongkos tanpa manfaat sama sekali.   Jadi, kita berharap agar Kementerian Agama kembali pada kebijakan lama dengan mengembalikan ongkos haji (BPIH) ke ali waris jamaah haji yang wafat di tanah suci sebelummenunaikan haji, dan meninggalkan kebjakan badal yang menyesatkan dan merugikan umat. Wallahu A`lam bi al-Showab

(bersambung ke bagian dua).