MUNAFIQ DAN SHOLAT JENAZAH MUSLIM
Oleh: Prof.Dr. Hamka Haq, MA
Telah beredar di Medsos larangan mensholati jenazah Muslim yang dicap sebagai Munafiq. Ayat yang dijadikan dasar ialah Surah Al-Tawbah : 84:
(وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَداً وَلاَ تَقُمْ عَلَىَ قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُواْ وَهُمْ فَاسِقُونَ (٨٤
Artinya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo`akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.
Pada umumnya ayat yang melarang kita bersahabat dengan orang munafik termasuk mensholati jenazah orang fasik (munafiq) seperti ayat dia atas, turun kepada Rasulullah SAW dalam suasana perang menghadapi kaum Musyrikin. Pada saat itu, kaum Munafikin dipimpin oleh Abdullah bin Ubay, mereka mengaku Muslim, tapi sering berkhianat, membohongi Rasulullah, dan memihak pada lawan. Begitulah arti orang munafik secara khusus yakni BERKHIANAT DALAM PERANG, yang dilarang untuk disholati jenazahnya.
Makna munafiq secara khusus tersebut tidak berlaku sama sekali dalam masyarakat damai (madani), karena tidak ada perang, yang ada adalah kedamaian. Dalam suasana damai, di zaman Rasulullah SAW, dan zaman kita sekarang di Indonesia, setiap Muslim dibolehkan bergaul dan berbuat kebaikan dan keadilan kepada non Muslim. Q.S.Al-Mumtahanah: 8
(8) لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Begitupun ayat larangan mengambil non Muslim sebagai pemimpin, Q.S. Al-Maidah: 51:
(51) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Ayat ini turun dalam suasana perang, maka artinya yang pasti (qath’iy) ialah larangan menunjuk non Muslim sebagai Panglima Perang. Adapun dalam kedamaian, Rasulullah SAW pernah mengizinkan sahabatnya hijrah ke Kerajaan Kristen Habsyi, dipimpin oleh Raja Najasyi, mereka hidup damai dan tidak disebut munafik. Dan ketika penguasa Quraisy Makkah masih ada di tangan Abu Tholib (paman Nabi sendiri), tentunya juga dalam keadaan damai, umat Islam tetap saja tinggal di Makkah dipimpin dan dilindungi oleh Abu Tholib yang non Muslim. Nanti setelah Abu Tholib wafat, umat Islam mengalami gangguan hebat dari Quraisy, barulah Rasululah SAW bersama kaum Muslimin hijrah ke Yatsrib, membangun Negara Madinah.
Sekarang, yang berlaku dalam Negara kita adalah kehidupan demokrasi untuk kedamaian, BUKAN PERANG terhadap Non Muslim. Karena itu, mereka yang bekerjasama dengan non Muslim atau dipimpin oleh non Muslim dalam hidup kedamaian, pada instansi, perusahaan, organisasi, atau eksekutif guna kemaslahatan bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai perintah Q.S. Al-Mumtahanah: 8 tersebut, tidak bisa disebut MUNAFIQ. Mereka tetap Muslim, dan jika ia meninggal, umat Islam wajib kifayah mensholati jenazahnya.
Ketahuilah bahwa Syariat Islam mewajibkan umat Islam secara kifayah (jamaah atau perorangan) untuk mensholati jenazah sesama Muslim (Muslimah). Kalau sampai jenazah tersebut tidak disholati, maka YANG BERDOSA ADALAH ORANG MUSLIM YANG SENGAJA TIDAK MENSHOLATINYA, bukan orang Muslim yang sudah wafat itu. Orang Muslim yang sudah wafat, TIDAK MENANGGUNG DOSA JIKA JENAZAHNYA TIDAK DISHOLATI, dan dia tetap sebagai Muslim yang sholeh, dan tetap akan diberi pahala di sisi Allah SWT.
Maka demi kemaslahatan umat dan bangsa Indonesia, diminta kepada kaum Muslimin Indonesia untuk melaksanakan kewajiban kifayah, mensholati jenazah sesama Muslim, untuk melepaskan beban dosa dari umat Islam lain di sekitarnya. WalLahu A’lam bi showabi.