AL-QUR`AN DAN TAHUN BARU MASIHI
Oleh: Prof.Dr. Hamka Haq, MA
Coba perhatikan, sungguh menakjubkan, menurut hitungan ahli tafsir, kata “yaum” (يوم – hari) dalam Al-Qur`an tersebut sebanyak 365 kali. Itu adalah isyarat bahwa Al-Qur`an merekomendasikan penggunaan kalender Syamsiyah (mata hari), untuk kehidupan muamalah duniawi sehari-hari. Kalender tersebut sudah digunakan sejak zaman Yunani kuno, denga jumlah 12 bulan (Januari -Desember) dan sebanyak 356 hari, yang kemudian dikonversi jadi Tahun Masihi oleh kaum Kristen. Sedang utk urusan ibadah ritual kita gunakan kalender Qamariyah dengan jumlah 12 bulan (Muharram – Dzulhijjah) sebanyak 354 hari. Dinamai Qamariyah karena berdasar pada perhitungan peredaran qamar (bulan), yang sudh digunakan ribuan tahun di Jazirah Arab, India dan China sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW kemudian dikonversi jadi Tahun Hijriyah pd zaman Khalifah Umar RA.
Jadi kedua kalender itu Syamsiyah dan Qamariyah semua ciptaan Allah swt, Sebagaimana Al-Qur`an menyebutkan dalam Surah Al-an’am ayat 96:
(فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ)
“Dia menyinsingkan pagi dan menjadikan malam utk istrahat, dan menjadikan matahari dan bulan utk perhitungan. Itulah taqdir Allah yg Mahamulia dan Maha mengetahui.”
Jadi ternyata memag sudah sangat pas untuk kehidupan duniawi sehari-hari kita gunakan kalender Syamsiah (sekarang bernama kalender Masihi), bukan Qamariyah. Sebab, kalender Syamsiyah tidak rumit, tidak perlu hisab – ru’yah. Bagi sebahagian masyarakat, misalnya PNS dan TNI POLRI, gajian tiap bulan tidak perlu menunggu hisab atau ru’yah dulu baru gaian. Penanggalan Syamsiyah tdk pernah diperselisihkan dan sudah dapat ditentukan hitungannya bahkan sampai ratusan tahun kemudian, berbeda dengan kalender Qamariyah (Hijriyah) yang setiap tahun harus direvisi berdasarkan perbedaan hisab ru`yah. Itulah hikmahnya mengapa Al Quran mengisyaratkan penggunaan kalender Syamsiyah yg jumlah harinya 365 hari. Subhanallah!
Sebagai tambahan penjelasan, tahun syamsiyah, dikenal sebagai Tahun Romawi. Setelah sekian kali mengalami perubahan dan penyempurnaan, sistem penanggalan tersebut kemudian dikenal sebagai Kalender Julian (Julian Calender), yakni sejak Julius Caesar mengukuhkannya sebagai kalender resmi kekaisaran Romawi pada tahun 45 SM, dengan menetapkan bulan Januari sebagai awal tahun baru. Kalender Julian ini berlaku pula sekian lama secara umum di Eropa dan Afrika Utara sejak zaman Imperium Romawi hingga abad XVI M. Nanti pada abad XVI, tepatnya tahun 1582 kalender Julian dimodifikasi lagi untuk ditetapkan sebagai kalender resmi di kalangan Kristen yang dikukuhkan oleh Paus Gregory XIII.
Mengenai tanggal 1 Januari sebagai awal tahun, bangsa Romawi telah menetapkannya sejak tahun 153 SM (Sebelum Masehi), yang diikuti kemudian oleh Julius Caesar. Ketika Paus Gregory XIII mengadopsi kalender Julian menjadi kalender Kristen, maka ia pun tetap menjadikan 1 Januari sebagai awal tahun baru. Sebahagian kaum Kristen sebenarnya keberatan menjadikan tanggal 1 Janurai sebagai awal tahun, dan ingin menggantinya dengan tanggal 25 Desember, sebahagian lagi dengan tanggal 25 Maret. Bahkan pada mulanya tradisi Gereja Bizantine dan sejumlah aliran ortodoks memakai kalender peribadatan liturgi (liturgical Year) yang menetapkan tanggal 1 September sebagai awal tahun baru.
Terlepas dari itu semua, yang jelas bahwa kelender yang digunakan oleh kaum Kristen sekarang adalah kalender Romawi, bukan kalender yang murni lahir dari nubuwatan Kristiani, melainkan lahir dari peradaban Romawi. Karena itu, komunitas manusia di negeri mana pun dapat menerapkan kalender tersebut tanpa menghubungkannya dengan agama Kristen. Umat Islam juga telah menggunakannya, tanpa harus dihantui benturan keyakinan antara Islam dan Kristen. Syariah Islam memberi peluang (menghalalkan) untuk menerapkannya dalam kepentingan kehidupan Muslim global. Karena itu, jika umat Islam merayakan 1 Januari sebagai tahun baru, dilihat dari sudut pandang syariah, adalah halal (sah-sah) saja. Hal ini berarti kita turut bersama masyarakat internasional memakai kalender Romawi yang telah disepakati dunia sebagai sistem penanggalan dunia moderen. Wa `Llahu a`lam bi al-shawab.