MENGEVALUASI KINERJA MAJELIS ULAMA INDONESIA

MENGEVALUASI KINERJA MAJELIS ULAMA

Oleh: Prof. Dr. Hamka Haq, MA

            Merespon beredarnya tagar “Bubarkan Majelis Ulama Indonesia”, di Media sosial, maka saya sebagai Ketua Umum PP Baitul Muslimin Indonesia diundang oleh salah satu TV Nasional untuk diskusi masalah tersebut.  Berhubung waktu terbatas, saya baru sempat menytakan perlunya Majelis Ulama Indonesia dipertahankan.  Saya belum sempat kemukakan perlunya MUI interospeksi dan mengevaluasi kinerjanya sebagai mitra Produkstif positif bagi Pemerintah.  Untuk itu kami merasa perlu memberikan beberapa catatan  sebagai berikut:

  1. Bahwa tagar “Bubarkan Majelis Ulama Indonesia” itu, adalah dimaklumi berasal dari pihak-pihak yang tidak puas terhadap kinerja Majelis Ulama Indonesia, sehingga harus dipahami bahwa dengan adanya tagar tersebut MUI perlu melakukan introspeksi untuk perbaikan organisasi dan revitalisasi fungsi-fungsinya dalam pembinaan keidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
  2. Sebagai organisasi Semi Pemerintah, posisi MUI memng sangat kuat karena didirikan atas inisiatif Pemerintah pada tahun 1975.  Karena itu, MUI tidak boleh ada kesan menaruh jarak apalagi berseberangan terhadap Pemerintah, karena MUI bertanggung jawab membantu Pemerintah dalam pembinaan umat Islam, sekaligus menyertai Pmerintah dalam mewujudkan Kerukunan Bangsa, berdasarkan konstitusi dan prinsip trilogy kerukunan, yakni Kerukunan antara umat beragama dengan Pemerintah, Kerukunan intern umat beragama, dan Kerukunan antarumat beragama, sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.  Tentu hal ini sejalan dengan perintah dalam Q.S. Al-Ma’idah (5): 2 :

– وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢﴾

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

  • Karena itu, dalam melakukan pembinaan keagamaan bagi umat Islam, MUI harus mengiringi dengan upaya memperkuat kesadaran Nasional bagi mereka, untuk hidup berdampingan, bersahabat dan ramah terhadap umat-umat agama lain, dan terhadap penganut mazhab minoritas diluar mazhab Islam Sunni, bahkan terhadap sisa-sisa agama lokal animism yang semuanya harus diperlakukan sebagai sesama manusia (ukhuwah basyariyah) dan sebagai saudara sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathaniyah), berdasarkan semboyan bangsa kita Bhinneka Tunggal Ika. Sejalan dengan pernyataan dalam Q.S. Al-Mumtahanah (60): 8 :

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

  • Dengan demikian, diharapkan ke depan, fatwa-fatwa dari MUI, yang bersinggungan dengan umat agama lain, atau berkenaan dengan kaum minoritas internal Islam diluar Islam Sunni, MUI harus tetap bersama Pemerintah menghargai hak-hak kaum tersebut tanpa diskriminasi, tanpa penganiayaan, sebagai sesama warga negara yang wajib dilindungi berdasarkan Konstitusi, Pembukaan UUD 1945, alinea 4 yaknii: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.  Fatwa MUI tidak boleh menjadi alat pemaksa atas umat agama lain untuk meninggalkan keyakinan mereka.  Ingat pernyataan tegas dalam Q.S. Yunus (10): 99 =

وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لآمَنَ مَن فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعاً أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُواْ مُؤْمِنِينَ ﴿٩٩﴾

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

  • Tak kalah pentingnya, ialah MUI ke depan harus lebih selektif lagi dalam merekrut kepengurusan agar MUI steril dari onum-oknum yang intoleran, radikalis dan bahkan boleh jadi teroris, yang berpontensi merusak citra MUI.  Kalau perlu MUI bekerjasama deengan aparat terkait dan yang berwenang dalam hal penyaringan personal tersebut.  Sejalan dengan prinsip al-‘wiqayah khairun min al-‘ilajah, menghindari mudharat jauh lebih penting ketimbang menanggulanginya.

Sekian terima kasih.  Wallahu A’lam bi al-Showabi.