(Penyelamatan Ismail, Bukan Penyembelihan)
Oleh: Prof. DR. Hamka Haq, MA
Umat Islam se antero Dunia merayakan Idul Adha dengan cara yang berbeda dari biasanya. Kita bangsa Indonesia bersama segenap bangsa-bangsa seantero Dunia masih dalam berjihad melepaskan diri dari Pandemi Covid 19. Kita sudah menyaksikan sekian ratus ribu bahkan mungkin sudah jutaan jiwa manusia menjadi korban keganasan Pandemi Covid 19 ini. Kisah Nabi Ibrahim yang diuji untuk mengorbankan puteranya Ismail, kini sudah menjadi nyata dihadaan kita, bahwa segenap bangsa di dunia diuji imannya denan jatuhnya korban dari kalangan keluarga dan shabat-sahabat mereka. Kita yang masih sempat hidup dan menunaikan sholat Idil Adhha, walaupun hanya di rumah bersama keluarga, juga sedang berjuang keras untuk keselamatan diri dan keselamatan sesama warga masyaraat kita.
Ibadah Qurban, selama ini masih lebih banyak dipahami sebagai perosesi penyembelihan Nabi Ismail AS oleh ayahnya Nabi Ibrahim. Kemudian disekspresikan dalam bentuk penyembelihan hewan kurban, sambil mengenang sifat-sifat kesabaran dan ketabahan Nabi Ismail menghadapi ujian dahsyat itu. Padahal peristiwa itu pada kenyatannya bukanlah “penyembelihan”, melainkan “penyelamatan” jiwa Ismail oleh Allah SWT, dari proses penyemberlihan.
Pertanyaanya, benarkan Allah SWT saat menguji Ibrahim AS betul-betul memerintahkan penyembelihan Nabi Ismail itu. Rasanya mustahil Allah SWT mempunyai tujuan seperti itu, karena Tuhan maha pengasih dan penyayang bagi hamba-Nya, apalagi terhadap seorang Nabi. Buktinya, Allah sendiri menggantinya dengan seekor kibas besar, sehingga Ismail tidak menjadi kurban sembelihan.
Jadi mari kita menafsir ulang pengurbanan ini, dengan lebih menekankan pada kehendak Allah SWT menyelamatkan Nabi Ismail, ketimbang pada prosesi penyembelihannya. Ujian penyembelihan Nabi Ismail merupakan salah satu pengertian, tapi bukan itu yang menjadi inti Idul Adhha. Yang menjadi inti Idul Adhha ialah justru “Penyelamatan” Nabi Ismail oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Saffat (23): 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ(107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ(108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ(109) كذلك نجزى المحسنين
“Dan Kami bebaskan Ismail itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim pujian dari orang-orang yang datang kemudian,(yaitu) “Kesejahteraan atas Ibrahim, Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat baik”.
Jadi, Hikmah terbesar harus dipahami dari peristiwa dahsyat itu ialah bahwa Allah SWT justru menyelamatkan nyawa Ismail, sebagai simbol keharusan menyelamatkan nyawa setiap manusia, karena di situlah letak inti ajaran Islam, yakni ajaran Rahmatan lil alamin, ajaran sifat Allah yang Rahman dan Rahim, yang mengharamkan jiwa hamba-Nya melayang walaupun sebagai ibadah, apatah lagi jiwa yang melayang sia-sia karena diterlantarkan oleh sesama manusia. Allah SWT sangat menghargai jiwa hamba-Nya, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk-Nya yang termulia di muka bumi sebagaimana janji -Nya: “Walaqad karramNa bani Adam” (sungguh Kami telah memuliakan manusia anak cucu Adam itu– Q.S.al-Isra [17]: 70).
Dalam suasana Jihad Akbar melawan Pandemi Covid 19 ini, kewajiban kita ialah menyelamatkan banyak jiwa manusia yang terancam Corona. Sama halnya saat Allah menyelamatkan jiwa Ismail putera Ibrahim, maka kita sekarang berkewajiban untuk berupaya menyelamatkan sekian banyak umat beriman, sekian banyak putera-putera Ibarhim yang beriman yang memerlukan kepedulian dari kita semua.
Sebagai umat beragama, kita harus percaya pada dua jenis hukum Allah SWT, yaitu hukum syariat, dan hukum ciptaanNya pada alam semseta ini. Melanggar salah satu dari hukum tersebut, dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Jika Hukum syariat dilanggar misalnya, akan pasti mengakibatkan rusaknya hubungan sosial umat manusia. Dan jika hukum alam ciptaan Allah dilanggar pula, niscaya akan mengakibatkan bencana dalam ineraksi fisik kita dengan lingkungan alam itu sendiri.
Salah satu hukum alam ciptaan Allah yang dirasakan nyata umat manusia di dunia saat ini ialah adanya Pandemi Covid 19 yang harus diatasi dengan pengobatan, menghindarkan diri dari penyakit menular tersebut agar kita semua terbebas dari bencana yang lebih luas. Jangan sekal-kali kita merasa aman hanya karena sudah melaksanakan hukum syariat-Nya, atau sudah beribadah kepada-Nya lalu nekad melanggar hukum alam-nya. Sebab bencana hukum alam-Nya berupa Covod 19 itu bisa melanda semua orang tanpa tebang pilih, tidak membedakan antara orang baik-baik dan orang jahat, antara orang shaleh dan orang pendosa, semua bisa terpapar, kalau tidak hati-hati menghadapinya.
Bukti konkretnya ialah sudah sekian banyak orang beriman dan orang-orang shaleh, bahkan kalangan ulama, ustadz, muballigh, dosen dan guru agama pun tertular wabah Corona 19 dan menjadi sebab kematian mereka. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Ini tidak bisa dimungkiri. Alla SWT berfirman:
واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة واعلوا ان الله شديد العقاب
“Dan peliharalah dirimu dari siksa bencana yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksanya.” Al-Afal (8): 25.
Karena itu, Mari kita menaati himbauan meniadakan sementara sholat jamaah di masjid dan di lapangan. Jangan kita melanggar hal itu seolah-oleh kita memisahkan diri dari kebersamaan masyarakat luas. Rasulullah SAW sendiri memberi contoh, beliau pernah menolak bershalat jamaah di Masjid Bani Ganam karena jamaah masjid itu sengaja memisahan diri dari jamaah Masjid Quba, sehingga dinilai tidak mengindahkan perlunya persatuan. Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk menghancurkan masjid mereka: “inthaliqu ila hadz al-masjid al-zhalimi ahluhu fa’hdimuhu wa’hriquhu”
انطلقوا إلى هذا المسجد الظالم أهله فاهدموه وأحرقواه
“Pergilah ke masjid itu yang jamaahnya zhalim, hancurkan dan bakar habislah masjid itu”. (Tafsir Al-Qurthubi, Juz 8, h. 253.)
Tahukan saudara-saudara, bahwa atas dasar pentingnya bersatu berJihad melawan Covid 19 ini, Kerajaan Arab Saudi meniadakan pelayanan haji untuk beberapa negara, termasuk Indonesia. Prinsipnya, bahwa bersatu berjihad se Dunia melawan Covid 19, jauh lebih utama ketimbang pelayanan dan pelaksanaan haji itu sendiri. Sesuai Firman Allah SWT dalam Surah Al-Tawbah ayat 19-20:
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَوُونَ عِندَ اللّهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿١٩﴾
الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ ﴿٢٠﴾
“Apakah memberi minum kepada orang-orang yang berhaji dan mengurus Masjidilharam, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim”.
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Akhirnya, penulis mengajak kita semua, Mari bergotong royong dan berempati dalam suasana yang serba sulit ini, Kita harus mengurangi beban RS yang semakin penuh sesak, mengurangi beban tenaga kesehatan yang semakn kewalahan menangani membludaknya pasien corona, bahkan sudah sekian banyak tenaga kesehatan, dokter spesialis, dokter umum dan para medis tewas menjadi syahid akibat kelelahan atau turut pula terpapar penyakit tersebut.
Bersatu padu menyelamatkan masyarakat dari penyebaran covid 19, guna mengurangi jatuhnya korban jiwa manusia merupakan inti dari ajaran Islam dan sebagai hikmah utama Idul Adhha, sebagai manifestasi kehendak Allah SWT ketika Dia menyelamatkan jiwa Nabi Ismael AS. Wallahu A’lam bi al-Showabi.