Kisah Yang Tertinggal di Hari Ibu
KASIH IBU SEPANJANG MASA
Di suatu kota, hidup lah satu keluarga menengah, terdiri atas ayah ibu, anak-anak dan seorag nenek yg sudah amat tua dan sakit2an. Sang ibu muda itu amat sayang pada semua anak-anaknya, dan cinta pada suaminya. Dia rela berkorban demi cinta pada anak2 dan suaminya itu. Tapi terhadap si nenek tua yang adalah ibu kandungnya sendiri yg sudah sakit2an, ia merasa terbebani dengan sejumlah persoalan, mulai dari keharusan mengurusnya, memandikannya, membersihkan tempat tidurnya, melayani makanannya, sampai pada urussan obat-obatannya. Dari hari ke hari, beban itu semakn berat, sampai suatu hari, terbetik dalam hatinya untuk menitipkannya di panti jompo.
Ia pun memberanikan diri mengajak si nenek itu, yang adalah ibu kandungnya sendiri, dg nada agak memaksa agar mau dititip di Panti Jompo. Mulanya si nenek menolak keras, sebab ia tahu di panti jompo itu, hanya ada nenek-nekek dan kakek-kakek tua. Tidak ada anak-anak lagi seperti cucunya di rumah. Ia membayangkan, kalau ia hidup di Panti Jompo, tak akan ada lagi cucu yang sering merengek-rengek, sering memeluk dari belakang dan bercanda, sering main-main dengannya. Tapi karena sudah berkali-kali dibujuk oleh ibu muda, yang adalah puterinya sendiri, maka ia pun merasa kasihan sama puterinya. Walau hatinya meronta, tapi si nenek sabar dan menerima rela di “buang” di Panti Jompo. Dengan suara terputus-putus, si nenek itu bilang sama puterinya: aku rela hidup di Panti Jompo demi kebahagiaan keluargamu nak, agar kamu bisa menikmati lebih banyak waktu bersama suami dan anak-anakmu nanti setelah aku tiada lagi di rumah ini.
Maka pada hari yg ditentukannya, sang ibu muda itu bersiap-siap mengantar ibu kandungnya ke panti jompo. Diambilnya sebuah kopor tua di balik lemari, kemudian disinya dengan pakaian-pakaian ibunya itu. Sang nenek hanya termenung melihat perilaku puterinya, dan sesekali menyungging senyum, seolah tidak ada keberatan. Setelah selesai berkemas, ia pun menuntutn ibunya masuk mobil, didudukkannya di jok tengah. Segera sesudah itu si ibu muda menyetir mobil sendiri mengantar ibu kandungnya menuju ke Panti Jompo. Di tengah jalan tiba-tiba teringat beli mangga pesanan anaknya, maka mampirlah ia di toko buah segar, dibelinya satu kg mangga. Ibunya pun bertanya utk apa kau beli mangga, aku kan sdh tdk bisa ngupas mangga lagi. Jawab Ibu itu: Oh ini bukan utk kau Mak, tapi utk anak2 ku di rumah. Si Nenek itu pun berceritera mengenang waktu mudanya. Dia bilang, dulu waktu kau masih kecil, aku bersama ayahmu punya kebun mangga, cukup luas, diselingi pohon kelapa. Setiap pulang dari kebun mangga selalu saja aku bawa oleh-oleh mangga untuk kamu. Tapi setelah ayahmu meningal waktu kau masih duduk di SD, aku terpaksa sendirian memeliharamu dan membiayai hidup kita. Maka kebun itu sedikit-demi sedikit dijual, akhirnya habis, semua untuk biaya hidup kita berdua dan ongkos sekolah dan kuliahmu nak. Tapi aku bahagia, aku sempat melihat mu jadi sarjana dan bekerja di perusahaan, apalagi sudah punya rumah dan mobil sendiri, dan kamu berbahagia dengan suami dan anak-anakmu sekarang. Maha besar Allah, telah mengabulkan doaku, agar aku sempat melihat puteriku bahagia sebelum ajal menjemputku.
Seolah angin lalu saja, ibu muda itu tidak menghiraukan “dongeng” ibunya sendiri. Ia malah menambah kecepatan mobilnya, sampai pada suatu perempatan, ia berhenti di bawah lampu merah, Lepas dari lampu merah, tiba-tiba ia melihat seorang kakek sedang berjalan tertatih-tatih, dengan dua bakul berisi jamu jualan di pundaknya. Ia pun meminggir mendekati kakek penjual jambu itu. Sang nenek pun langsung bercertera lagi, mengenang suaminya; katanya: seandainya ayahmu masih hidup nak, mungkin seumur dengan kakek penjual jambu itu. Dulu aku sering berdua dengan ayahmu ke hutan, ambil kayu bakar sambil memetik jambu-jambu hutan seperti itu. Aku sendiri yang menggendong jambu itu pulang. Aku rela tdk memakannya, sebab aku ingin kau (anakku) hatimu senang makan jambu keesukaanmu. Lagi-lagi, seolah tak hiraukan omongan ibu kandungnya, diambilnya sepuluh biji jambu yang dibelinya dari kakek itu, ia kemudian lanjut nyetir mobilnya sampai menghampiri Panti Jompo yg ia tuju.
Sebenarnya hatinya sudah mulai ragu meneruskan niatnya untuk “membuang” ibunya, setelah mendengar betapa tngginya rasa kasih ibu kandungnya itu pada dirinya, yang tidak mungkin dia balas. Tapi ia pun mencoba tegar pada pendiriannya untuk menyingkirkan si nenek tua yang membuat susah rumah tangganya selama ini. Pokoknya, ia ingin merasakan kebahagiaan maksimal, tanpa terganggu oleh beban Sang Nenek tua itu.
Maka Ia pun nyetir terus, tapi karena hatinya sudah mulai goyah dan ragu meneruskan niat “menyingkirkan” ibunya, terkadang pijakan pedal gasnya tidak terarah lagi. Akhirnya ia berhenti pas depan sebuah Alfamart samping Panti Jompo itu. Tiba-tiba teringat akan pesan anaknya untuk tidak lupa beli semprot nyamuk baygon. Si ibu muda bergegas masuk Alfamart lalu kembali menenteng kantong plastik berisikan semprot baygon. Si nenek tua, ibunya itu pun bertanya, apa di Panti Jompo itu banyak nyamuk nak? Oh, semprot ini utk di rumah, agar anak-anakku dapat tidur enak, tidur nyenyak dan pulas, bebas dari gangguan nyamuk, jawab sang ibu muda itu. Lalu si nenek pun bergumam, heeem, sungguh memang semua ibu mencitai anaknya. Waktu kau masih bayi, belum ada semprot baygon di kampung kita. Ketika itu aku pun ibumu sering tdk tidur se malaman hanya utk menjagamu dan mengusir nyamuk yg ingin mengganggumu, agar kamu tidur nyenyak. Kalimat terakhir ini betul-betul menusuk hati nurani sang ibu muda itu, dan ia pun sadar bahwa org yg ia ingin “buang” di Panti Jompo adalah IBU KANDUNG nya yg melahirkann dengan penuh derita, memeliharanya,membesarkannya dengan penuh sayang, walaupun kesusahan. Kebun dan segenap harta ibunya di kampung habis terjual untuk ongkos sekolahnya sendiri.
Setelah termenung sejenak dalam suasana hening, hatinya pun jadi luluh. Tanpa ia rasa, air mata telah membasahi pipinya, dan tiba-tiba saja ia kemudian memeluk tubuh kurus ibunya erat-erat, tak tertahankan ia menagis terisak-isak, mencium pipi keriput dan kedua tangan kasar ibu kandungnya. Maafkan aku IBU ……, spontan sang Nenek Tua itu menjawab, oh kamu tidak bersalah anakku, tetapi karena aku ditakdirkan Tuhan hidup sampai tua begini, maka aku pun masih sempat numpang di rumahmu melihatmu bahagia, walaupun aku tahu aku menyusahkanmu. Hati nurani sang ibu muda semakin tertusuk, tapi ia kehabisan kata untuk minta maaf dan memuji IBUnya itu. Semuanya hanya tersalur lewat deraian air mata. Saat itu ia tidak lagi merasa ragu, tetapi yakin sepenuhnya untuk mengurungkan niat “membuang” ibunya di Panti Jompo itu. Dalam hatinya terbisik kalimat: “Sungguh durhaka aku, …..” Sambil mengusap air matanya, Sang Ibu muda itu kemudian mengambil arah balik ke rumahnya, pulang bersama IBU KANDUNG nya, seorang Nenak tua yang cinta kasihnya pada anak tak kunjung habis, sampai di usianya yg renta dan sakit2an. Begitulah, orang bijak berkata: Kasih bapak sepanjang gala, kasih ibu sepanjang masa. SELAMAT HARI IBU.