Oleh: Hamka Haq
Akankah Maluku kita biarkan menjadi medan pertempuran yaqg abadi antara Kristen dan Muslim? Akankah Ambon kita biarkan menjadi daratan baniir darah; akankah masyarakatnya kita biarkan menjadi masyarakat yang berdarah-darah tiada henti? Jawabannya tentu tidak. Kita mengaku sebagai bangsa yang ramah. bukan pemarah. Kita adalah sebagai bangsa yang beragama, yang lebih mementingkan persaudaraan ketimbang perseteruan.. Untuk itu mari kita bangun Maluku meniadi masyarakat yang bersaudara. Kaum Muslim dan Kristen hendaknya meninggalkan sifat-sifat mudah terprovokasi, termasuk isu separatis
RMS yang sering mengganggu hubungan harmonis. Sehubungan dengan itu, lewat tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran kepada para pihak di Maluku, agar benar-benar mereallsasikan Perjanjian Malino ll secara tuntas dan seksama guna melanggengkan perdamaian di bumi Pattimura itu.
Pertama, bahwa untuk menuju perdamaian, memang semua pihak harus rela berkorban, mencakup korban perasaan, korban tenaga dan materi. Berkorban juga berarti rela saling menerima keinginan, sehingga semuanya berpadu dalam kebersamaan. Tak ada perdamaian yang dapat dicapai jika hanya keinginan satu pihak yang ingin dipenuhi sementara keinginan lainnya diabaikan. Jangan berharap akan terwujud perdamaian jika suatu perjanjian dilaksanakan hanya menurut keinginan sepihak, sebab tentu akan menyimpan kekesalan dan kedongkolan yang terus menerus. Dan kita semua sudah yakin bahwa isi perjanjian damai Malino telah menampung secara adil semua aspirasi kedua belah pihak yang bertikai tanpa politik belah bambu, tanpa mengangkat yang satu dan menginjak yang lalnnya.
Kedua, hilangkan trauma masa lalu yang-banyak mengandung ceritera kesedihan dan dendam. Selama kedua belah pihak masih ingat dan bahkan mengabadikai cerita masa lalu dari tragedi berdarah di Maluku, maka selama itu pula dendam tidak akan pernah hilang, melainkan semakin membara, laksana api dalam sekam. Segala peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, hendaknya menjadi bahan pelajaran untuk tidak berulang kembali, dan jangan sampai menjadl motivasl untuk menumbuhkan terus semangat konflik ke masa depan. Janganlah jadikan tragedi Maluku sebagai sebuah kisah romantis yang patut dikenang buat selarnanya, diabadikan dalam foto dan video. Tragedi Maluku, lupakan sudah, sambil menatap masa depan Maluku yang damai-ceriah, yang tenang dan makmur.
Ketiga, tumbuhkan kembali sikap saling percaya mempercayai. Dalam bermasyarakat, sikap saling mempercayai itu mutlak diwuiudkan sebagai perekat kesatuan dan keinginan bekerjasama. Kapan saja sikap ini hilang, digantikan dengan sikap saling curiga mencurigai maka yang bertumbuh ialah perasaan bermusuhan dengan semua yang ada di sekeliling kita. Membangun masyarakat artinya membangun kerjasama dan adanya keinginan bersatu senasib sepenanggungan. Kerjasama dan kebersamaan dalam suka maupun duka tidak mungkin diwujudkan jika masing-masinq pihak masih ditumbuhi perasaan saling mencurigai. Hal ini memang sulit diperoleh, sebab terkadang trauma masa lalu menjadi pendorong lahirnya terus menerus sikap saling mencungai. Karena itu, untuk masyarakat Maluku yang ingin damai, diperlukan terapi psikologis yang dapat membangun mental-mental yang baik, mental-menatal peredam emosi, pemaaf dan jujur dalam menunaikan perjanjian luhur.
Keempat, benci terhadap konflik itulah yang harus dibangun. Setiap pihak hendaknya mernandang bahwa agama sangat membenci pertumpahan darah itu, karena merupakan kebodohan dan keprimitifan umat manusia. Pertumpahan darah adalah tindakan kebiadaban yang tidak pantas disandang oleh manusia yang mulia, maka dengan seharusnya masyarakat Ambon memiliki rasa malu untuk berkonflik. Rasa malu berkonnflik ini hendaknya dibudayakan di Maluku, sambil memupuk budaya pelagandong.
Kelima, bangunlah kebanggan sebagai orang Maluku yang punya visi ke depan menuju Maluku yang cinta damai, berintelektual, bermoral, ingin membangun kemakmuran bukan kemiskinan. Semua ini tidak mungkin tercapai jika warga Maluku memelihara konflik. Sebab jika konflik menjadi kebiasaan bahkan menjadi “budaya”, maka masyarakat Maluku menjadi komunitas primitif. Mana ada manusia yang berbudaya saling membunuh di zaman moderen?, di zaman datangnya agama-agama cinta kasih dan rahmatan lil-alamin, di zaman ditinggalkannya budaya primitif nenek moyang yang dahulu kala hidup berhadapan dengan binatang ganas di hutan?
Jika bangsa Barat bangga sebagai manusia berdisiplin, jika Cina bangga dengan kebesaran historis dan ketekunan, Jepang bangga sebagai manusia yang punya tata kesopanan melebihi bangsa lain, bangsa Korea bangga sebagai bangsa yang beretos kerja, orang Jawa bangga dengan kehalusan budi dan bahasanya, orang Batak dan Bugis bangga dengan ketegasan dan keberanian mengembara ke mana-mana, maka apa lagi yang dapat dibanggakan orang Maluku setelah merusak Pela Gandong-nya sendiri? Kini saatnya Maluku merenggut identitas kebanggaannya, yakni warga bangsa yang suka damai, mau bakubaek, merasa katong samua basudara. Bangunlah kembali Pela Gandong itu lewat Malino kedua. Tanpa keinginan damai, maka yang terjadi ialah Maluku akan dihuni oleh manusia-manusia primitif pendendam, tiada kerjasama, miskin moral dan miskin materi, kemudian miskin intelektual.
Saudara-saudaraku Muslim dan Kristen di Maluku, penulis memaklumi
beratnya menghilangkan seketika segala torehan sakit hati dan dendam itu, tapi itulah tanggung jawab kita sebagai manusia beragama dan eradab. Penulis yakin, warga Maluku adalah umat beragama dan warga yang beradab. Wallahu a’lam bi ‘l-shawab.
PERJANJIAN MALINO II
Konflik Maluku yang sudah berlangsung tiga tahun terakhir telah menyebabkan
korban jiwa dan harta, kesengsaraan dan kesulitan masyarakat serta membahayakan
keutuhan negara RI, serta menyuramkan masa depan rakyat Maluku. Oleh karena itu,
dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, kami segenap wakil dari umat Islam dan
Kristiani Maluku dengan jiwa terbuka dan hati yang ikhlas sepakat untuk mengikat diri
dalam perjanjian.
- Mengakhiri semua bentuk konflik dan perselisihan.
- Menegakkan supremasi hukum secara adil dan tidak memihak. Karena itu,
aparat harus bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya. - Menolak segala bentuk gerakan separatis termasuk Republik Maluku Selatan.
- Sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka bagi
semua orang berhak untuk berada dan berusaha di wilayah Maluku dengan
meperhatikan budaya setempat. - Segala bentuk organisasi, satuan kelompok atau laskar bersenjata tanpa ijin di
Maluku dilarang dan harus menyerahkan senjata atau dilucuti dan diambil
tindakan sesuai hukum yang berlaku. Bagi pihak-pihak luar yang
mengacaukan Maluku, wajib meninggalkan Maluku. - Untuk melaksanakan seluruh ketentuan hukum, maka perlu dibentuk tim
investigasi independen nasional untuk mengusut tuntas peristiwa 19 Januari
1999, Front Kedaulatan Maluku, Kristen RMS, Laskar Jihad, Laskar Kristus,
dan pengalihan agama secara paksa. - Mengembalikan pengungsi secara bertahap ke tempat semula sebelum
konflik. - Pemerintah akan membantu masyarakat merehabilitasi sarana ekonomi dan
sarana umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan dan agama serta
perumahan rakyat agar masa depan seluruh rakyat Maluku dapat maju
kembali dan keluar dari kesulitan. Sejalan dengan itu, segala bentuk
pembatasan ruang gerak penduduk dibuka sehingga kehidupan ekonomi dan
sosial berjalan dengan baik. - Dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan seluruh wilayah dan
masyarakat diharapkan adanya kekompakan dan ketegasan untuk TNI/Polri
sesuai fungsi dan tugasnya. Sejalan dengan itu, segala fasilitas TNI segera
dibangun kembali dan dikembalikan fungsinya. - Untuk menjaga hubungan dan harmonisasi seluruh masyarakat, pemeluk
agama Islam dan Kristen maka segala upaya dan usaha dakwah harus tetap
menjunjung tinggi undang-undang dan ketentuan lain tanpa pemaksaan. - Mendukung rehabilitasi khususnya Universitas Pattimura dengan prinsip untuk
kemajuan bersama. Karena itu, rekruitmen dan kebijakan lainnya dijalankan
secara terbuka dengan prinsip keadilan dan tetap memenuhi syarat keadilan.
Perjanjian ini kami buat dengan tulus dengan tekad menjalankannya secara
konsekuen dan konsisten. Bagi pihak-pihak yang melanggar dan tidak menjalankan
perjanjian ini akan diproses secara hukum. Tindak lanjut perjanjian ini akan dijalankan
degan agenda serta rencana sebagai berikut:
I. Komisi Kemananan dan Penegakan Hukum,
II. Komisi Sosial Ekonomi
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di Malino, 12 Februari 2002.